Jadi ingat cerita salah satu dosen ketika masa kuliah. Cerita tentang seekor gajah dan orang buta. Diceritakan, ada tiga orang buta yang sangat senang bukan kepayang karena mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan menyentuh langsung seekor gajah untuk pertama kalinya. Setelah itu, tiga orang buta tersebut memberikan komentar masing-masing. Orang buta pertama mengatakan, “Seekor gajah itu bentuknya lebar dan menyerupai daun”, katanya. Orang kedua tak terima, “Bukan, gajah itu panjang dan sedikit berbulu”, sahutnya. Orang ketiga pun membalas, “Kalian berdua salah! Gajah itu sangat keras, hampir sekeras batu” sanggahnya!
Kenapa dari satu ekor gajah, tapi punya komentar yang berbeda-beda? Sudah jelas, orang pertama memegang daun telinga sang gajah yang sangat lebar seperti daun. Orang kedua memegang buntut gajah yang panjang dan sedikit berbulu. Begitupun orang ketiga yang memegang gading gajah yang keras. Mereka memiliki penilaian masing-masing dari sudut padang yang berbeda. Mereka benar menurut mereka masing-masing. Tapi itu adalah salah satu bagian kecil bukan seutuhnya seekor gajah. Makna cerita itu, setiap orang punya sudut pandang yang berbeda, punya jepretan dari angle yang berbeda. Point of view yang mungkin tak sama. Itu adalah sebuah perbedaan yang pasti ada dalam sebuah kehidupan. Dosenku secara bijak ingin mengatakan, agar kita tidak mudah menghakimi atau mudah meniliai gajah hanya dari salah satu bagian tubuhnya! Hargai pendapat orang lain, mungkin pendapat kita bisa beda, belum tentu kita sepenuhnya benar, mungkin saja mereka tidak sepenuhnya salah, itulah artinya keberagaman dan perbedaan. Seperti ibarat sendal japit, apabila kanan dan kiri harus selalu sama, dimana asyiknya? Berbeda itu anugrah…..
Seperti cerita yang aku alami ketika ke Jogja, waktu itu saya menghadiri pernikahan di Gunung Kidul, saya kaget budaya mereka sangat berbeda jauh dengan budaya di Jawa timur. Jelas saja Jawa timur dikenal agak sedikit kasar dan Jogja lebih dikenal dengan tingkahnya yang penuh dengan keramahan dan kesopanan. Saya kaget ketika melihat langsung pria-pria di Gunung idul ikut ribet di sekitaran dapur, lebih heran lagi ternyata mereka membantu masak untuk para tamu undangan. Bagi orang Jawa timur, hal ini mungkin agak aneh, saat acara pernikahan laki-laki itu biasanya ada di depan mengantar makan mungki masih oke tapi kalau sampai ikutan masak, itu luar dari kebiasaan. Karena bisanya soal masak itu sudah menjadi hak para ibu-ibu dan kaum hawa. Aku kaget kan…laki-laki kok masak di dapur? Namun, penasaranku terjawab dari sang kaka karena memang itu sudah jadi budaya saling menolong. Ada lagi yang membuatku salut, ketika membawa makanan untuk dihidangkan ke tamu undangan juga harus ada tata caranya, harus diangkat lebih dari leher, tidak boleh “dicangking atau diangkat seperti membawa belanjaan sayur dari pasar. Apabila lebih rendah dari leher itu dianggap tidak sopan dan tidka menghargai tamu. Ada juga cara minum harus dibiasakan menggunakan tangan kanan. Wow luar biasaa..Sangat beda dengan budaya jawa timur! Pengalaman ini membuatku mrenung wah aku hidup tak selalu di Jawa timur, aku berada di Indonesia, yang tentu bukanhanya jawa. Lebih dari itu, bagaimana ya dengan di luar negeri? Tentu tidak hanya adat dan budaya tapi bahasa, agama, ras, warna kulit dll. dunia ini kadang emang tak selebar daun kelor….tapi emang lebar bangeeet! Hahaha
Saya ada cerita satu lagi nih, kali ini ketika saya beruntung bisa berangkat ke luar negeri. Yaitu negeri jiran atau negeri tetangga Malaysia. Dalam bayanganku, Malaysia itu adalah sebuah negara yang kecil, tentu saja lebih kecil dan lebih maju dari negara kita tercinta Indonesia dunk. Namun, semua itu berubah ketika saya seara langsung menyaksikan apa yang aku lihat di Malaysia, saya menyadari bahwa tak sepenuhnya benar. Malaysia itu mungkin benar lebih kecil dari Indonesia, tapi dibilang lebih maju di Indonesia? Ehm aku berani katakan belum sepenuhnya benar. Dari pantauan saya selama 4 hari 3 malam di Malaysia, sarana transportasi publik sangat nyaman dan enak. Saya keliling beberapa tempat di Malaysia menggunakan transportasi publik sudah sangat enak dan ga ribet semuanya bisa self service. Efektif dan ga macet seperti Jakarta. Ups… Saya kadang merasa cuman menilai hanya sedikit bagian saja, secara gambaran besar aku tak sepenuhnya benar. Yes, miriplah dengan cerita gajah dan orang buta!
Ya ..ya..ya… Kemudian aku mencoba memahami dari berbagai cerita diatas, manusia itu punya sifat mudah menilai dan menghakimi, selain itu juga suka ga nyaman bila harus menghadapi sebuah perbedaan. Namun, kita jadi bisa menyimpulkan, keingintahuan dan cerita travelling tersebut membuatku jadi lebih terbuka dan lebih merasa menghargai perbedaan. Sungguh luar biasa. Jadi teringat meme-meme yang pernah nge-hits :
Kalau kamu masih tersinggung dengan becandaan teman, mungkin mainmu kurang jauh, pulangmu kurang malam! .
Sepertinya meme itu menarik, untuk membuat kita lebih menghargai perbedaan. harus lebih dekat dan pahami kenapa itu berbeda, serta tak mudah menilai dari sekedar katanya saja! Ini hikmah yang aku rasakan ketika kita berada di luar lingkaran kita. Kita berada di luar budaya kita….Ini mungkin salah satu alasan penting yang menjadikan kenapa kita butuh travelling dan hijrah! Agar kita lebih membuka diri dan lebih bisa menghargai perbedaan. Bahwa kita tidak bisa hidup sendiri di dunia ini, kita makhluk sosial yang harus lebih banyak bersosialisasi dengan banyak orang! Kita tidak hanya hidup di dalam lingkaran dan lingkungan kita sendiri, tapi agama, ras, suku dan bahasa yang berbeda pula. Saling menghormati dan menghargai perbedaan sepertinya harus jadi sikap hidup.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, semakin berubahnya zaman, saluran TV juga tidak hanya TVRI sudah ada DW TV yang salurannya multinasional serta era internet ultra cepat tidak seperti zaman dulu, kita bukan lagi zaman batu. Sudah sepantasnya kita bisa hidup dalam perbedaan.
Saya sangat menikmati saat bisa melihat sisi lain dari luar kebiasaan kita, hal itu hanya bisa kita rasakan ketika kita mulai untuk hijrah, merantau dan travelling. Mungkin itulah sesuatu yang membuatku suka travelling….Kita tidak hanya ingin travelling….tapi sebenarnya kita butuh travelling!
Kalau bagimu, apa yang membuatmu suka untuk travelling?
Kok dua paragraf pertama itu nendang banget ya! ceritanya masih relevan dengan kondisi sekarang. Kampret bener ini bocah!
Gila. Aku dikomentari Klebun. Hahhaha
Postingan lama pulak. Hahaha